Seorang pemuda berpakaian rapi dengan map cokelat ditangannya
memandang cermin dan menyisir rambutnya lebih rapi lagi. Hari ini ia
hendak melamar pekerjaan disebuah perusahaan multinasional terkenal di
kotanya. Setelah selesai bersiap-siap, ia pun pergi ke tempat tujuannya
dan melakukan wawancara kerja. Yang mewawancarai pemuda ini adalah
direktur perusahaan multinasional tersebut secara langsung. Direktur itu
pun melihat semua dokumen dan CV yang si pemuda ini bawa dan berujar
bahwa nilai-nilai akademik pemuda ini sangat bagus.
Kemudian si direktur bertanya kepada si pemuda, “Apakah biaya
pendidikan kamu hingga S1 dibiayai oleh Ayahmu?” Si pemuda menjawab,
“Tidak. Ayah saya sudah meninggal. Yang membiayai semua biaya sekolah
saya adalah Ibu.”
“Lalu apakah kamu pernah mendapat beasiswa?” pemuda menggelengkan
kepalanya. Kemudian direktur ini bertanya dimana ia dan ibunya tinggal
serta apa pekerjaannya, dan si pemuda menjawab bahwa ia dan ibunya
tinggal dipinggiran kota serta ibunya bekerja sebagai buruh cuci
pakaian. Tak lama setelah itu si direktur mengulurkan tangannya untuk
melihat kondisi kedua tangan pemuda ini.
“Apakah kau pernah membantu ibumu mencuci?”
“Tidak, ibu selalu ingin saya belajar dan membaca banyak buku
pelajaran. Kemampuan mencucinya lebih hebat daripada saya.” Jawab si
pemuda.
Sang direktur pun mengatakan sebuah permintaan kepada si pemuda
ketika ia pulang dari tempat itu, ia meminta untuk membersihkan dan
mengelap tangan ibunya. Merasa peluang bagus di depan mata, pemuda ini
pun melakukan apa yang diminta sang direktur kepadanya. Sesampainya
dirumah sang ibu terheran-heran dengan apa yang dilakukan anaknya, tapi
biarpun begitu ia senang dan merasa terharu dengan sikap yang dilakukan
oleh puteranya.
Dan saat si pemuda ini membersihkan tangan ibunya, saat itu ia
menyadari ada begitu banyak luka di tangan sang ibu serta memar-memar
kebiruan. Si pemuda begitu tersentuh hatinya dan menyadari bahwa selama
ini perjuangan ibunya benar-benar keras untuk mendapatkan uang dan
menyekolahkannya hingga lulus di tingkat universitas dengan nilai yang
sangat baik.
Keesokan harinya si pemuda datang kembali dan menemui sang direktur.
Ketika mereka saling berhadapan, si pemuda tidak mampu menahan air
matanya karena ia masih teringat akan kedua tangan ibunya. Mereka
terdiam sejenak dan setelah itu sang direktur mengajukan pertanyaan
kepadanya.
“Bisakah kamu mengatakan apa yang saat ini sedang kau rasakan?”
Si pemuda ini menjawab, “Aku telah melakukan apa yang Direktur suruh
kepadaku kemarin, dan aku menyadari betapa kerasnya perjuangan ibuku
untuk aku selama ini. Aku merasa beruntung mempunyai ibu seperti ibuku
dan aku mendapat sebuah pelajaran hidup yang baru. Saya menghargai semua
yang telah ibu saya lakukan untuk saya”
Tanpa basa-basi, sang direktur langsung menerima pemuda ini bekerja
diperusahaan yang dikelolanya lalu menjabat dengan kuat tangan si
pemuda. “Orang seperti inilah yang sedang saya cari. Saya mencari
seseorang yang dapat menghargai segala sesuatu dan bantuan orang lain,
yang mengerti penderitaan orang lain dan tidak menjadikan uang sebagai
tujuan utamanya.”
Setelah proses interview tersebut, si pemuda diterima bekerja dan
menjalani pekerjaannya dengan sangat baik. Jenjang kariernya berkembang
hingga ia dikenal sebagai seorang manajer yang baik.
Sobat Gemintang, kita mendapat begitu banyak pelajaran dari kisah
diatas. Dalam dunia kerja kita tidak hanya dituntut untuk menyelesaikan
setiap tugas dengan baik, tapi kita juga harus bisa menghargai pekerjaan
orang lain. Bekerja dengan hati yang tulus dan tidak mejadikan uang
sebagai prioritas utama kita dalam hidup ini. Pelajaran lainnya yang
kita dapat adalah kasih sayang seorang ibu yang tulus untuk anaknya. Dan
sebagai anak, sudah sepatutnya kita menghargai semua jerih payah beliau
dengan penuh rasa hormat. Kalau pemuda tersebut bisa, kita pun juga
harus bisa!
SUMBER
Tidak ada komentar:
Posting Komentar